Dalam lintasan sejarah hukum Islam, banyak ulama besar yang menaruh perhatian serius terhadap struktur dan otoritas teks syariat. Namun, Imam Abū Isḥāq al-Syāṭhibī tampil sebagai pengecualian yang mencolok. Ia tidak menolak teks, tapi juga tidak menjadikannya sebagai satu-satunya sumber mutlak. Justru, al-Syāṭhibī membuka jalan baru—jalan rasionalitas dan maksud syariat, yang belakangan dikenal sebagai maqāṣid al-sharī‘ah. Dengan itulah, ia mendobrak batas-batas tekstualisme dan menyuntikkan ruh akal ke dalam tubuh hukum Islam.
Imam al-Syāṭhibī menilai bahwa orientasi fikih yang semata-mata berpegang pada teks seringkali gagal menangkap hikmah di balik hukum. Dalam kitab al-Muwāfaqāt fi Ushul al-Syari'ah, ia menyatakan bahwa syariat diturunkan untuk menciptakan maslahat bagi manusia, bukan sekadar untuk ditaati secara harfiah (Khaliq & Pangestu, 2025). Dengan perspektif ini, ia menjungkirbalikkan cara pandang fikih klasik yang terlalu formal dan rigid.
Baginya, hukum Islam bukanlah koleksi pasal, tetapi panduan hidup yang berakar pada tujuan-tujuan luhur: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (al-ḍarūriyyāt al-khams) (Azis et al., 2024). Tugas seorang mujtahid, menurutnya, bukan hanya mengutip dalil, tapi menelusuri makna dan maksud yang mendasari dalil tersebut. Itulah yang disebut maqṣad, dan di situlah peran akal menjadi sangat vital.
Salah satu kekuatan revolusioner al-Syāṭhibī adalah penegasan bahwa akal memiliki legitimasi dalam merumuskan hukum. Ia tidak melihat akal sebagai pesaing wahyu, tetapi sebagai alat untuk memahami dan menerjemahkan kehendak wahyu dalam realitas sosial (Ikhlas et al., 2021). Dalam tradisi ijtihād maqāṣidī yang digagasnya, akal menjadi pengurai konteks, pembaca maslahat, dan penjaga relevansi hukum.
Dalam hal ini, al-Syāṭhibī secara implisit menentang dominasi pendekatan literalistik yang kaku dan seringkali ahistoris. Ia mengajukan konsep “maqāṣid al-sharī‘ah” bukan hanya sebagai teori, tetapi sebagai framework yang memampukan syariat untuk tetap hidup dan aplikatif dalam setiap zaman.
Di era modern, pendekatan rasional maqāṣidiyah ini menjadi jembatan penting antara norma Islam dan kebutuhan kontemporer. Dalam bidang bioetika, misalnya, pandangan al-Syāṭhibī memungkinkan fatwa mengenai transplantasi organ, inseminasi buatan, atau vaksinasi, dengan pertimbangan ḥifẓ al-nafs (menjaga jiwa) dan ḥifẓ al-nasl (menjaga keturunan) (Apriliani & Virgiawan, 2025).
Dalam kebijakan publik, seperti pengelolaan zakat produktif atau keuangan syariah, pendekatan maqāṣid telah menjadi acuan lembaga fatwa modern. Revolusi pemikiran al-Syāṭhibī telah membebaskan syariat dari sekadar teks dan membawanya ke ranah kemanusiaan yang luas (Muchlis & Rois, 2024).
Imam al-Syāṭhibī telah menunjukkan bahwa berfikir rasional bukanlah sikap anti-teks, melainkan ekspresi tertinggi dari penghambaan yang cerdas. Syariat tidak akan kehilangan kesuciannya hanya karena dibaca dengan akal sehat. Justru, melalui jalan rasionalitas inilah syariat menemukan wujud paling humanis dan paling fungsional.
Apa yang ditanam al-Syāṭhibī bukan hanya teori maqāṣid, tetapi semangat untuk terus menggali hikmah di balik teks. Dalam dunia Islam yang semakin kompleks, warisan ini bukan sekadar penting—tetapi juga esensial dan fundamental.
Sumber:
Apriliani, R. H., & Virgiawan, S. P. (2025). Analisis Maqashid Al-Syari'ah dalam Pemikiran Islam Imam Al-Syatibi. Retrieved from https://jurnal.stikes-ibnusina.ac.id/index.php/JUREKSI/article/view/2626
Azis, M. I., Eril, E., BN, A. M. T., & Salam, A. (2024). Maqāṣid al-Sharī‘ah Theory by Imam al-Syāṭibī. Retrieved from http://altinriset.com/journal/index.php/anayasa/article/view/191
Ikhlas, A., Yusdian, D., & Alfurqan, A. (2021). The Concept of Maqasid al-Shariah as an Instruments of Ijtihad According to Imam al-Shatibi. Retrieved from https://www.academia.edu/download/99171084/10138-32653-3-PB.pdf
Khaliq, M. N., & Pangestu, A. (2025). Teori Maqasid Syari'ah Klasik (Asy-Syatibi). Retrieved from http://jurnal.faiunwir.ac.id/index.php/Jurnal_Risalah/article/view/1330
Muchlis, M., & Rois, C. (2024). Urgensi Teori Maqashid al-Syariah Sebagai Metodologi Hukum Islam. Retrieved from https://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/ulumuna/article/view/7558