Jakarta, 31 Juli 2025 — Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, media sosial diramaikan dengan tren baru yang mengusik kesakralan simbol nasionalisme: pengibaran bendera bajak laut anime One Piece, atau yang lebih dikenal sebagai Jolly Roger. Bendera berlambang tengkorak dengan topi jerami khas kelompok bajak laut topi jerami yang diketuai oleh Luffy dalam anime legendaris Jepang itu mendadak bermunculan di berbagai tempat, dari rumah-rumah pribadi hingga sudut-sudut jalan perumahan. Bendera ini menggantikan, bahkan mengungguli posisi bendera Merah Putih.
Fenomena ini bukan sekadar lelucon atau tren sesaat. Banyak warganet menganggap pengibaran Jolly Roger sebagai bentuk kritik sosial dan kekecewaan rakyat terhadap situasi bangsa. “Merah Putih terlalu suci untuk dikibarkan di negeri yang kotor ini, maka kibarkan Jolly Roger-mu sekarang,” tulis salah satu pengguna TikTok yang kontennya ditonton jutaan kali dan menyulut perdebatan di berbagai platform digital (RadarSolo.com, 2025).
Dalam serial One Piece, Jolly Roger adalah simbol kebebasan, perlawanan terhadap ketidakadilan, dan solidaritas di antara para “bajak laut” yang menentang pemerintah dunia yang korup. Nilai-nilai inilah yang kini dipinjam oleh masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menyuarakan keresahan terhadap apa yang mereka anggap sebagai kemunduran demokrasi, ketimpangan ekonomi, serta lemahnya penegakan hukum di Indonesia (Suara.com, 2025).
Kritik semacam ini bukan tanpa dasar. Dalam beberapa tahun terakhir, kepercayaan publik terhadap lembaga negara semakin melemah. Skandal korupsi terus muncul, harga kebutuhan pokok melambung, dan angka pengangguran muda terlampau tinggi. Dalam konteks ini, Jolly Roger bukan sekadar lambang budaya pop, melainkan alat simbolik untuk menegaskan kemerdekaan yang diperjuangkan 80 tahun lalu belum dirasakan secara merata.
Sementara itu, pemerintah belum mengambil sikap represif terhadap gerakan ini. Meski demikian, sejumlah tokoh menegaskan pentingnya menjaga kehormatan bendera negara. “Silakan berkreasi, tapi jangan sampai Merah Putih tersingkir dari tempatnya. Itu bukan hanya kain, tapi lambang perjuangan dan martabat bangsa,” kata seorang pejabat dari Kementerian Dalam Negeri yang enggan disebut namanya (Suara.com, 2025). Kutipan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid, kembali viral: “Kalian boleh mengibarkan bendera lain, tapi jangan lebih tinggi dari Merah Putih” (RadarSolo.com, 2025).
Bagi generasi muda yang mengibarkan Jolly Roger, ekspresi tersebut bukan bentuk penolakan terhadap nasionalisme, melainkan reinterpretasi dari semangat kemerdekaan itu sendiri. Dalam konteks ini, nasionalisme bukanlah semata-mata soal simbol formal, melainkan keberanian untuk menyuarakan keadilan, kebenaran, dan kemerdekaan sejati. Seorang sosiolog dari Universitas Indonesia, dalam wawancara dengan Merdeka.com menyebut aksi ini sebagai “nasionalisme kritis”—yakni ketika warga negara mulai mempertanyakan legitimasi simbol negara karena tak lagi merepresentasikan aspirasi publik (Merdeka.com, 2025).
Bagi sebagian pihak, pengibaran bendera One Piece bisa jadi mengganggu, atau bahkan dianggap tidak pantas. Bagi sebagian lainnya, ini adalah cara baru menyampaikan kritik dengan cara damai, kreatif, dan bermuatan pesan kuat. Di era digital, simbol budaya pop seperti Jolly Roger mampu melampaui makna asalnya dan menjadi bahasa politik alternatif yang lebih inklusif dan komunikatif. Pada saat bersamaan, fenomena ini merupakan pertanda bahwa generasi muda tak apatis—mereka hanya sedang berbicara dengan cara yang berbeda.
Sumber
RadarSolo.com. (2025, 31 Juli). Apa arti tren bendera One Piece yang viral dikibarkan jelang HUT RI ke‑80? Ucapan Gus Dur kembali diingat. https://radarsolo.jawapos.com/
Suara.com. (2025, 31 Juli). Makna satir pengibaran bendera One Piece di HUT RI ke‑80, ini arti sebenarnya Jolly Roger Luffy. https://www.suara.com/
Merdeka.com. (2025, 31 Juli). Apa filosofi di balik viral pengibaran bendera One Piece menjelang HUT Indonesia? https://www.merdeka.com/
Tags
Nasional