Gaza kembali menjadi pusat perhatian dunia internasional setelah eskalasi militer Israel kian menelan korban. Ribuan warga sipil terpaksa mengungsi dari rumah mereka akibat gempuran udara yang menghantam kawasan padat penduduk seperti Sabra dan Tuffah. Situasi ini menambah penderitaan warga yang sudah menghadapi krisis pangan, air bersih, dan layanan kesehatan. Data terbaru menunjukkan tingkat malnutrisi anak meningkat tajam sejak Maret 2025, memperlihatkan konflik ini bukan hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga mengikis masa depan generasi muda Palestina (The Guardian, 2025a).
Di tengah krisis kemanusiaan, kebebasan pers juga menjadi sorotan. Sebanyak 192 jurnalis dilaporkan tewas sejak konflik Gaza kembali memanas, menjadikannya periode paling mematikan bagi insan pers sejak tahun 1992. Para pewarta yang berusaha mengabarkan kondisi di lapangan harus menghadapi risiko yang sama besarnya dengan warga sipil, termasuk terjebak dalam zona serangan militer. Fakta ini mendorong 27 negara, di antaranya Inggris, Jerman, Australia, dan Ukraina mendesak Israel untuk segera membuka akses penuh bagi media ke wilayah Gaza. Mereka menegaskan jurnalisme bukanlah kejahatan dan publik internasional berhak mendapatkan informasi yang transparan serta akurat mengenai situasi kemanusiaan yang sedang berlangsung (The Guardian, 2025b).
Desakan tersebut mencerminkan keprihatinan global terhadap dua hal sekaligus: penderitaan warga sipil dan terancamnya prinsip kebebasan pers. Dalam sebuah pernyataan resmi, koalisi negara-negara itu menekankan, penutupan akses media sama saja dengan mengaburkan fakta dan menghalangi opini publik dunia untuk menilai kebenaran secara objektif. Amnesty International dan Human Rights Watch sebelumnya juga menyoroti pelanggaran hak asasi manusia di Gaza, terutama menyangkut hak hidup warga sipil yang terjebak di tengah konflik bersenjata. Situasi ini menegaskan perang bukan hanya soal perebutan wilayah dan kekuasaan, melainkan juga soal narasi dan kebenaran yang kerap dikorbankan dalam pusaran propaganda militer.
Dengan meningkatnya jumlah korban jiwa dan terbatasnya akses informasi, komunitas internasional kini berada pada persimpangan: apakah akan membiarkan tragedi kemanusiaan ini berlangsung tanpa batas, atau bergerak secara nyata untuk menekan pihak-pihak yang berkonflik agar mematuhi hukum humaniter internasional. Dunia menunggu respons lebih konkret dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dewan Keamanan PBB, yang hingga kini masih terjebak dalam tarik-menarik kepentingan politik global. Gaza bukan hanya membara secara fisik akibat serangan, tetapi juga secara moral dan etis di mata dunia yang seakan kehilangan keberanian untuk menghentikan tragedi kemanusiaan ini.
Referensi:
The Guardian. (2025a, August 21). Israel keeps up military pressure on Gaza City ahead of planned offensive - as it happened. The Guardian. https://www.theguardian.com/world/live/2025/aug/21/israel-gaza-city-middle-east-palestinians-latest-live-news-updates
The Guardian. (2025b, August 21). UK among 27 countries to demand press given immediate access to Gaza. The Guardian. https://www.theguardian.com/media/2025/aug/21/uk-among-26-countries-to-demand-press-given-immediate-access-to-gaza