Pilih Label
Geser ke samping untuk lihat semua

    Thursday, May 22, 2025

    IMAM AL-SYĀṬHIBĪ: PELOPOR MAQĀṢID SYARIAH DAN PENGGERAK AKAL DALAM SYARIAT

    Penulis: Friedrich Z. Fazi

    Dalam tradisi keilmuan Islam, Imam Abū Isāq al-Syāhibī adalah sosok yang tidak hanya menulis hukum, tetapi merumuskan ulang dasar pemikiran hukum itu sendiri. Melalui magnum opus-nya, al-Muwāfaqāt Fi Ushul al-Syari'ah, beliau memperkenalkan pendekatan maqāṣid (tujuan-tujuan syariat) sebagai lensa utama untuk memahami dan menerapkan hukum Islam. Lebih dari itu, al-Syāhibī mengangkat peran akal bukan sebagai pesaing wahyu, melainkan sebagai mitra dalam menggali pesan moral dan sosial syariat.

    Imam al-Syāhibī mengajukan seluruh hukum dalam Islam ditujukan untuk menjaga lima hal mendasar: agama (dīn), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (māl) (Khaliq & Pangestu, 2025). Kelima unsur ini dikenal sebagai al-arūriyyāt al-khams, fondasi yang harus dipelihara agar kehidupan manusia berjalan seimbang. Menurut al-Syāhibī, syariat bukan sekadar sistem aturan legalistik, tetapi proyek peradaban yang mengedepankan kemaslahatan (maslahah).

    Melalui maqāṣid, hukum Islam tidak dipahami secara harfiah semata, melainkan dengan mempertimbangkan spirit dan tujuannya. Misalnya, larangan mencuri bukan hanya karena tindakan itu jahat, tetapi karena ia mengganggu perlindungan atas harta. Demikian pula, larangan mabuk bukan hanya pelarangan zat, tetapi karena ia merusak akal manusia (Azis et al., 2024).

    Salah satu warisan intelektual terpenting al-Syāhibī adalah keberaniannya menegaskan bahwa akal adalah instrumen penting dalam memahami maqāṣid. Ia menyatakan wahyu ilahi ditujukan untuk manusia berakal, dan karena itu, setiap ketentuan hukum harus dimaknai melalui pertimbangan rasional yang mendalam (Ikhlas et al., 2021). Inilah yang kemudian melahirkan pendekatan ijtihād maqāṣidī—yaitu metode pengambilan hukum dengan mempertimbangkan tujuan syariat, bukan hanya redaksi teks.

    Di tengah kebekuan pendekatan literalistik pada zamannya, pemikiran al-Syāhibī ibarat udara segar yang membangkitkan kembali semangat tajdīd (pembaruan) dalam Islam. Ia menjelaskan hukum yang tidak membawa maslahat atau bahkan membahayakan masyarakat justru bertentangan dengan tujuan syariat itu sendiri (Muchlis & Rois, 2024).

    Pemikiran al-Syāhibī menjadi sangat penting di tengah kompleksitas dunia modern. Konsep maqāṣid membuka ruang bagi pengambilan keputusan hukum Islam yang tidak hanya normatif, tetapi juga kontekstual. Misalnya, dalam isu vaksinasi, zakat produktif, atau perbankan syariah, pendekatan maqāṣid memungkinkan ulama dan akademisi memberikan solusi yang adaptif dan tetap syar’i (Apriliani & Virgiawan, 2025).

    Selain itu, maqāṣid al-Syāhibī juga sangat relevan dalam membangun tata kelola pemerintahan Islam yang adil, bebas dari tirani, dan menjunjung tinggi hak-hak sipil. Gagasan ini memperkuat posisi bahwa Islam sejatinya adalah agama rahmat, bukan dogma legalistik yang membelenggu kebebasan berpikir (Nurwahidah & Janwari, 2024).

    Melalui maqāṣid, al-Syāhibī mengajarkan kita bahwa Islam bukan hanya soal legalitas, tapi juga soal keadilan, kebijaksanaan, dan kebermanfaatan. Ia bukan hanya ahli fikih, tapi juga arsitek etika syariat. Dalam dunia yang terus berubah, pemikiran beliau menjadi lentera—menerangi jalan ijtihad modern yang humanistik dan relevan.

    Sebagaimana ditegaskan oleh Asni (2017), pemikiran al-Syāhibī adalah upaya menyatukan wahyu dan akal, teks dan konteks, serta norma dan maslahat. Sebuah warisan yang terus hidup dalam ruang-ruang diskusi akademik, ruang sidang fatwa, dan denyut intelektual Islam masa kini.

    Referensi:

    Apriliani, R. H., & Virgiawan, S. P. (2025). Analisis Maqashid Al-Syari'ah dalam Pemikiran Islam Imam Al-Syatibi. Retrieved from https://jurnal.stikes-ibnusina.ac.id/index.php/JUREKSI/article/view/2626

    Asni, F. (2017). Al-Syatibi Methodology Analysis in the Unification of Usul al-Fiqh Methods. Retrieved from https://www.academia.edu/download/55638366/Al-Syatibi_Methodology_Analysis_In_The_Unification_Of_Usul_Al-Fiqh_Methods.pdf

    Azis, M. I., Eril, E., BN, A. M. T., & Salam, A. (2024). Maqāṣid al-Sharī‘ah Theory by Imam al-Syāibī. Retrieved from http://altinriset.com/journal/index.php/anayasa/article/view/191

    Ikhlas, A., Yusdian, D., & Alfurqan, A. (2021). The Concept of Maqasid al-Shariah as an Instruments of Ijtihad According to Imam al-Shatibi. Retrieved from https://www.academia.edu/download/99171084/10138-32653-3-PB.pdf

    Khaliq, M. N., & Pangestu, A. (2025). Teori Maqasid Syari'ah Klasik (Asy-Syatibi). Retrieved from http://jurnal.faiunwir.ac.id/index.php/Jurnal_Risalah/article/view/1330

    Muchlis, M., & Rois, C. (2024). Urgensi Teori Maqashid al-Syariah Sebagai Metodologi Hukum Islam. Retrieved from https://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/ulumuna/article/view/7558

    Nurwahidah, D., & Janwari, Y. (2024). Konsep Pemikiran Ekonomi dan Maqashid Syariah Perspektif Imam Al-Syathibi. Retrieved from https://journal.literasisains.id/index.php/mamen/article/view/3918