Penulis: Friedrich Z. Fazi
Dalam tradisi keilmuan Islam, Imam Abū Isḥāq al-Syāṭhibī adalah sosok yang tidak hanya menulis hukum, tetapi merumuskan ulang dasar pemikiran hukum itu sendiri. Melalui magnum opus-nya, al-Muwāfaqāt Fi Ushul al-Syari'ah, beliau memperkenalkan pendekatan maqāṣid (tujuan-tujuan syariat) sebagai lensa utama untuk memahami dan menerapkan hukum Islam. Lebih dari itu, al-Syāṭhibī mengangkat peran akal bukan sebagai pesaing wahyu, melainkan sebagai mitra dalam menggali pesan moral dan sosial syariat.
Imam al-Syāṭhibī mengajukan seluruh hukum dalam Islam
ditujukan untuk menjaga lima hal mendasar: agama (dīn), jiwa (nafs), akal
(‘aql), keturunan (nasl), dan harta (māl) (Khaliq & Pangestu, 2025). Kelima
unsur ini dikenal sebagai al-ḍarūriyyāt
al-khams, fondasi yang harus dipelihara agar kehidupan manusia berjalan
seimbang. Menurut al-Syāṭhibī,
syariat bukan sekadar sistem aturan legalistik, tetapi proyek peradaban yang
mengedepankan kemaslahatan (maslahah).
Melalui maqāṣid, hukum
Islam tidak dipahami secara harfiah semata, melainkan dengan mempertimbangkan
spirit dan tujuannya. Misalnya, larangan mencuri bukan hanya karena tindakan
itu jahat, tetapi karena ia mengganggu perlindungan atas harta. Demikian pula,
larangan mabuk bukan hanya pelarangan zat, tetapi karena ia merusak akal
manusia (Azis et al., 2024).
Salah satu warisan
intelektual terpenting al-Syāṭhibī
adalah keberaniannya menegaskan bahwa akal adalah instrumen penting dalam
memahami maqāṣid. Ia menyatakan wahyu ilahi ditujukan untuk manusia
berakal, dan karena itu, setiap ketentuan hukum harus dimaknai melalui
pertimbangan rasional yang mendalam (Ikhlas et al., 2021). Inilah yang kemudian
melahirkan pendekatan ijtihād maqāṣidī—yaitu metode pengambilan hukum dengan
mempertimbangkan tujuan syariat, bukan hanya redaksi teks.
Di tengah kebekuan
pendekatan literalistik pada zamannya, pemikiran al-Syāṭhibī ibarat udara segar yang membangkitkan
kembali semangat tajdīd (pembaruan) dalam Islam. Ia menjelaskan hukum
yang tidak membawa maslahat atau bahkan membahayakan masyarakat justru
bertentangan dengan tujuan syariat itu sendiri (Muchlis & Rois, 2024).
Pemikiran al-Syāṭhibī menjadi sangat penting di tengah
kompleksitas dunia modern. Konsep maqāṣid membuka ruang bagi pengambilan
keputusan hukum Islam yang tidak hanya normatif, tetapi juga kontekstual.
Misalnya, dalam isu vaksinasi, zakat produktif, atau perbankan syariah,
pendekatan maqāṣid memungkinkan ulama dan akademisi memberikan solusi yang
adaptif dan tetap syar’i (Apriliani & Virgiawan, 2025).
Selain itu, maqāṣid
al-Syāṭhibī juga sangat relevan
dalam membangun tata kelola pemerintahan Islam yang adil, bebas dari tirani,
dan menjunjung tinggi hak-hak sipil. Gagasan ini memperkuat posisi bahwa Islam
sejatinya adalah agama rahmat, bukan dogma legalistik yang membelenggu kebebasan
berpikir (Nurwahidah & Janwari, 2024).
Melalui maqāṣid,
al-Syāṭhibī mengajarkan kita
bahwa Islam bukan hanya soal legalitas, tapi juga soal keadilan, kebijaksanaan,
dan kebermanfaatan. Ia bukan hanya ahli fikih, tapi juga arsitek etika syariat.
Dalam dunia yang terus berubah, pemikiran beliau menjadi lentera—menerangi
jalan ijtihad modern yang humanistik dan relevan.
Sebagaimana ditegaskan
oleh Asni (2017), pemikiran al-Syāṭhibī
adalah upaya menyatukan wahyu dan akal, teks dan konteks, serta norma dan
maslahat. Sebuah warisan yang terus hidup dalam ruang-ruang diskusi akademik,
ruang sidang fatwa, dan denyut intelektual Islam masa kini.
Referensi:
Apriliani, R. H.,
& Virgiawan, S. P. (2025). Analisis Maqashid Al-Syari'ah dalam Pemikiran
Islam Imam Al-Syatibi. Retrieved from
https://jurnal.stikes-ibnusina.ac.id/index.php/JUREKSI/article/view/2626
Asni, F. (2017).
Al-Syatibi Methodology Analysis in the Unification of Usul al-Fiqh Methods.
Retrieved from
https://www.academia.edu/download/55638366/Al-Syatibi_Methodology_Analysis_In_The_Unification_Of_Usul_Al-Fiqh_Methods.pdf
Azis, M. I., Eril, E.,
BN, A. M. T., & Salam, A. (2024). Maqāṣid al-Sharī‘ah Theory by Imam al-Syāṭibī. Retrieved from
http://altinriset.com/journal/index.php/anayasa/article/view/191
Ikhlas, A., Yusdian,
D., & Alfurqan, A. (2021). The Concept of Maqasid al-Shariah as an
Instruments of Ijtihad According to Imam al-Shatibi. Retrieved from
https://www.academia.edu/download/99171084/10138-32653-3-PB.pdf
Khaliq, M. N., & Pangestu,
A. (2025). Teori Maqasid Syari'ah Klasik (Asy-Syatibi). Retrieved from
http://jurnal.faiunwir.ac.id/index.php/Jurnal_Risalah/article/view/1330
Muchlis, M., &
Rois, C. (2024). Urgensi Teori Maqashid al-Syariah Sebagai Metodologi Hukum
Islam. Retrieved from
https://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/ulumuna/article/view/7558
Nurwahidah, D., & Janwari, Y. (2024). Konsep Pemikiran Ekonomi dan Maqashid Syariah Perspektif Imam Al-Syathibi. Retrieved from https://journal.literasisains.id/index.php/mamen/article/view/3918
