Pilih Label
Geser ke samping untuk lihat semua

    Friday, August 29, 2025

    DEMONSTRASI 29–30 AGUSTUS 2025: BENARKAH LEBIH BESAR DARI 1998?

    Gelombang massa pada 29–30 Agustus 2025 menjadi pemandangan yang tak bisa diabaikan dari jalanan ibu kota hingga sejumlah kota besar di Indonesia. Ribuan pengemudi ojek online, mahasiswa, dan elemen masyarakat sipil turun ke jalan, menyuarakan kemarahan atas dua isu yang menyayat keadilan publik. Pertama, tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang menjadi korban lindas baraccuda aparat dalam bentrokan di kawasan Pejompongan, Jakarta. Kedua, terbongkarnya fakta mengenai tunjangan perumahan anggota DPR yang dinilai tidak etis, bahkan di tengah kondisi masyarakat yang masih berjuang menghadapi ketimpangan ekonomi.
    Fakta di lapangan memperlihatkan demonstrasi ini tidak berhenti pada orasi damai. Di Jakarta, massa menyerang dan membakar pos polisi, merusak pagar markas Brimob, serta membakar kendaraan dinas di kawasan Kwitang dan Senen. CCTV di beberapa titik dirusak, jalanan macet total, dan transportasi publik terganggu. Di Surabaya, Gedung Grahadi—ikon pemerintahan provinsi Jawa Timur—menjadi sasaran amuk massa. Bandung menyaksikan rumah dinas MPR dan barikade keamanan dibakar. Di Solo, fasilitas taman kota yang dibangun dari partisipasi masyarakat hancur berantakan. Sementara di Makassar, serangan massa terhadap kantor DPRD berujung pada korban jiwa ketika seorang pegawai negeri sipil melompat dari lantai atas untuk menyelamatkan diri dari kebakaran (Jakarta Daily, 2025; AP News, 2025; Wikipedia, 2025a; Wikipedia, 2025b).
    Kerusakan fasilitas negara meluas. Pos polisi, kantor pemerintah daerah, gedung parlemen lokal, taman kota, hingga transportasi umum mengalami kerusakan signifikan. Aparat keamanan yang diterjunkan dalam jumlah besar tidak mampu sepenuhnya mengendalikan massa. Di beberapa tempat, bahkan terjadi bentrokan sengit yang memperparah situasi. Gelombang demonstrasi ini juga berdampak pada ekonomi, mulai rupiah melemah, IHSG anjlok, dan investor asing menunjukkan keraguannya terhadap stabilitas politik Indonesia (Financial Times, 2025; Reuters, 2025). Fakta-fakta ini memperlihatkan demonstrasi akhir Agustus 2025 bukan sekadar unjuk rasa biasa, melainkan peristiwa sosial-politik berskala nasional.
    Dari berbagai macam fakta dan fenomena yang terjadi di lapangan, muncul tanda tanya besar, apakah demonstrasi 29–30 Agustus 2025 ini bisa dikatakan lebih besar dibandingkan demonstrasi Reformasi 1998, yang hingga kini dinobatkan sebagai aksi massa terbesar dalam sejarah Indonesia?
    Untuk menjawabnya, kita perlu menimbang dari berbagai dimensi. Pertama, dari segi jumlah peserta. Demonstrasi 2025 memang melibatkan ribuan orang di berbagai kota, tetapi hingga kini tidak ada bukti yang menunjukkan jumlahnya mendekati ratusan ribu apalagi jutaan, sebagaimana yang tercatat pada aksi-aksi monumental seperti Aksi 212 tahun 2016, bahkan Reformasi 1998. Kedua, dari segi korban jiwa dan kerusakan. Reformasi 1998 memakan korban lebih dari seribu orang, dengan kerusakan yang bersifat sistemik. Pusat ekonomi lumpuh, kerusuhan etnis terjadi, dan trauma sosial tertanam dalam memori kolektif bangsa. Sementara pada 2025, meskipun ada korban jiwa dan kerusakan luas, skalanya masih terbatas pada lokasi-lokasi tertentu dan belum menggerus sendi perekonomian nasional secara keseluruhan (AP News, 2025).
    Ketiga, dari segi konteks politik. Tahun 1998 adalah momentum perubahan rezim. Protes besar memaksa Soeharto turun dari kursi presiden setelah 32 tahun berkuasa. Sedangkan demonstrasi 2025 terjadi di tengah sistem demokrasi yang sudah mapan selama lebih dari dua dekade. Tuntutannya bukan untuk merobohkan sistem, melainkan untuk memperbaikinya, agar negara tidak abai terhadap rakyat kecil dan agar pejabat publik lebih transparan dan akuntabel. Dengan kata lain, 1998 adalah revolusi yang melahirkan sistem baru, sementara 2025 adalah koreksi keras terhadap praktik demokrasi yang dianggap menyimpang.
    Akan tetapi, meski tidak lebih besar secara kuantitatif maupun destruktif, demonstrasi 29–30 Agustus 2025 tetap memiliki arti yang sangat penting. Ia menjadi alarm, bahwa demokrasi Indonesia belum sepenuhnya mampu menyalurkan aspirasi rakyat tanpa kekerasan. Ia juga mengingatkan jurang antara elit dan rakyat terus melebar, dan rakyat masih melihat jalanan sebagai ruang paling efektif untuk menyuarakan keadilan.
    Dengan demikian, jawaban dari pertanyaan apakah demonstrasi 29–30 Agustus 2025 lebih besar daripada Reformasi 1998 adalah "BELUM". Reformasi 1998 masih memegang predikat sebagai demonstrasi terbesar dan paling menentukan sepanjang sejarah Indonesia. Meski begitu, aksi 2025 bukanlah peristiwa kecil. Justru ia adalah sinyal keras bahwa ketidakpuasan rakyat terhadap elit politik semakin mendalam, dan jika tidak ditanggapi dengan serius, bukan mustahil suatu hari akan lahir gelombang protes baru yang benar-benar menandingi, atau bahkan melampaui Reformasi 1998.

    DAFTAR PUSTAKA
    AP News. (2025, August 29). Tensions soar in Indonesia as protests over police brutality and lawmakers' allowances continue. https://apnews.com/article/2b4ad65b836a3b38b6a037b2f45cb309
    Financial Times. (2025, August 29). Indonesia’s president calls for calm as protests mount. https://www.ft.com/content/895845db-a786-4e1c-9fd5-ed194ef833af
    Jakarta Daily. (2025, August 29). Indonesia’s Jakarta government to repair facilities damaged in capital demonstrations. https://www.jakartadaily.id/local/16215814505/indonesias-jakarta-government-to-repair-facilities-damaged-in-capital-demonstrations
    Reuters. (2025, August 29). Indonesian students vow more protests after one killed in Jakarta demonstration. https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesian-students-vow-more-protests-after-one-killed-jakarta-demonstration-2025-08-29
    Wikipedia. (2025a). August 2025 riots of Indonesia. https://en.wikipedia.org/wiki/August_2025_riots_of_Indonesia
    Wikipedia. (2025b). August 2025 Indonesian protests. https://en.wikipedia.org/wiki/August_2025_Indonesian_protests