Gelombang protes Nasional yang meneriakkan keadilan dan kepekaan publik meletus setelah terbongkarnya tunjangan perumahan anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan — hampir sepuluh kali Upah Minimum Provinsi Jakarta — disusul tragedi tewasnya pengemudi ojol Affan Kurniawan oleh kendaraan taktis Brimob pada 28 Agustus 2025 di Jakarta (Associated Press, 2025; The Guardian, 2025). Kombinasi antara kontroversi elit politik dan nasib tragis rakyat kecil ini mengokohkan Affan sebagai lambang krisis demokrasi yang meluas — di mana publik menuntut akuntabilitas, reformasi, dan empati dari penguasa.
Aksi pengungkapan tunjangan ini memicu kemarahan luas. Demonstrasi mulai berlangsung sejak 25 Agustus 2025, ketika ribuan mahasiswa dan masyarakat mengecam besaran tunjangan yang dinilai terlalu tinggi, terutama di tengah kesulitan ekonomi, pemecatan massal, dan tingginya biaya hidup (AP News, 2025; The Guardian, 2025). Polisi menembakkan gas air mata dan water cannon untuk menghalau massa yang berupaya mendekat ke gedung DPR, namun situasi semakin memburuk ketika muncul ketidakpekaan elit politik terhadap masalah rakyat kecil.
Keesokan harinya, saat gelombang unjuk rasa memasuki puncaknya, Affan, pengemudi ojol berusia 21 tahun, tengah menyelesaikan pesanan makanan ketika ia tergelincir dan dilindas oleh kendaraan Barracuda milik Brimob. Meskipun sempat terlihat berhenti sesaat, kendaraan itu tetap berjalan hingga menghimpit tubuhnya. Affan dilarikan ke RSUP Cipto Mangunkusumo, namun tidak terselamatkan (Associated Press, 2025; Reuters, 2025). Kronologi ini terus diputar ulang sebagai bukti kerasnya tindakan aparat di lapangan.
Reaksi publik segera membesar. Ribuan pengemudi ojol melakukan konvoi kelam menuju TPU Karet Bivak untuk mengiringi jenazah Affan, disertai tangisan duka dan teriakan tuntutan keadilan. Tagar #JusticeForAffan dan #PolisiPembunuhRakyat menjadi trending di media sosial, mencerminkan kemarahan masyarakat terhadap kekerasan negara dan ketidakadilan struktural (Associated Press, 2025).
Pemerintah merespons tragedi ini. Presiden Prabowo Subianto menyampaikan belasungkawa dan memerintahkan penyelidikan penuh. Tujuh anggota Brimob ditahan oleh Propam Polri, sementara Kapolda Metro Jaya menyampaikan permintaan maaf resmi kepada keluarga korban dan publik (Reuters, 2025; Associated Press, 2025). Namun kritik tetap meluas: aktivis dan kelompok HAM menagih reformasi konkret, bukan hanya pernyataan—khususnya menyangkut penggunaan kendaraan taktis di area sipil dan prosedur keamanan saat demonstrasi (The Guardian, 2025).
Esensi human interest dalam kisah ini terlihat nyata. Affan bukan hanya korban benturan fisik Brimob, tetapi simbol penderitaan rakyat jelata di tengah kebijakan politik yang jauh dari realita kehidupan sehari-hari. Ia hanyalah pemuda biasa yang bekerja keras menafkahi keluarga. Kematiannya menjadi katalis kemarahan rakyat yang merasa termarjinalkan. Dalam konteks demokrasi, kasus ini mempertegas legitimasi kekuasaan hanya bisa ditegakkan jika dihiasi kepekaan dan keadilan (Associated Press, 2025).
Lebih luas lagi, protes ini berkembang menjadi tuntutan sistemik, mulai dari pembatalan tunjangan DPR yang berlebihan, pencabutan legislasi kontroversial, reformasi keamanan, hingga perlindungan bagi rakyat kecil yang selama ini menjadi pelengkap retoris kebijakan negara. Aksi unjuk rasa menyebar ke kota-kota seperti Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan Papua, menunjukkan betapa meluasnya keresahan dan harapan perubahan (Associated Press, 2025; Reuters, 2025).
Secara ekonomi, kejadian ini turut menciptakan ketidakpastian. Mata uang rupiah melemah signifikan, sementara indeks saham nasional terkoreksi akibat gejolak politik dan risiko stabilitas dalam negeri (Financial Times, 2025). Stabilitas politik dan kepercayaan publik menjadi taruhan utama pemerintah untuk menghindari krisis demokrasi berbasis ekonomi.
Affan, pemuda asal Bandar Lampung yang tinggal di Menteng, tinggal menjadi figur yang akan dikenang — bukan karena jabatan atau perannya, melainkan karena nyawanya yang menjadi cermin kerentanan rakyat terhadap kegagalan sistemik. Demokrasi tidak bisa hidup tanpa akuntabilitas dan rasa kemanusiaan; dan jika Affan menjadi katalis perubahan, maka nama dan kisahnya menjadi pengingat pahit, bahwa reformasi harus bersifat seutuhnya — menyentuh struktur, budaya, dan empati negara terhadap warganya.
Daftar Pustaka
Associated Press. (2025, August 29). Tensions soar across Indonesia as protests against police erupt in multiple cities. https://apnews.com/article/2b4ad65b836a3b38b6a037b2f45cb309
Financial Times. (2025, August 29). Indonesia’s president calls for calm as protests mount. https://www.ft.com/content/895845db-a786-4e1c-9fd5-ed194ef833af
Reuters. (2025, August 29). Indonesian students vow more protests after one killed in Jakarta demonstration. https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesian-students-vow-more-protests-after-one-killed-jakarta-demonstration-2025-08-29/
The Guardian. (2025, August 26). Protests erupt in Indonesia over privileges for parliament members and 'corrupt elites'. https://www.theguardian.com/world/2025/aug/26/indonesia-protests-austerity-parliament-member-privileges